Danau Ranu Kumbolo adalah satu dari beberapa danau yang ada di gunung Semeru yang berada di kawasan jalur pendakian menuju Gunung Semeru Mahameru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur - Indonesia. Karena keindahan alamnya sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pendaki selain Gunung Semeru dan sebagai lokasi base camp para pendaki sekedar melepas lelah. Tidak mengherankan, kalau spot ini jadi sangat populer. Bahkan menjadi salah satu tujuan utama selain Puncak Mahameru itu sendiri. Dan bagi saya pribadi, mengunjungi telaga yang terletak di lereng gunung paling tinggi di tanah Jawa in adalah impian saya sejak lama.
Dibutuhkan fisik yang prima untuk bisa mencapai danau yang letaknya di lereng Gunung Semeru ini. Bahkan, di tempat itu terdapat plakat para pendaki gunung yang meninggal dunia karena kondisi fisiknya tak cukup kuat melanjutkan pendakian. Udara di danau ini juga cukup dingin sehingga kita perlu membawa peralatan yang bisa melindungi diri kita dari kedinginan. Jika Anda berjiwa petualang dan suka mendaki, Ranu Kumbolo adalah salah satu tujuan wisata yang patut Anda coba.
Gunung Bromo yang dengan gagah berdiri akan mengiringi diawal perjalanan, kompak dengan
semilir angin dingin yang lembut meniup wajah di sepanjang perjalanan
menuju Ranu Kumbolo. Ada dua jalur utama yang bisa kamu pilih untuk menuju Ranu Kumbolo :
dari Probolinggo atau Lumajang hingga tiba di pos Ranu Pani/Ranu Pane di
kaki gunung Semeru.
Kami empat sekawanan penyuka petualangan yang ingin menikmati kedahsyatan landscape
Ranu Kumbolo yang bukan hanya indah, namun juga eksotis. Ranu Kumbolo
bisa dikatakan sebagai ikon Gunung Semeru. Telaga jernih yang terlihat
berwarna hijau kebiruan ini, memang punya daya pikat tersendiri bagi
para petualangan. Berikut cerita pengalaman kami bermalam di Ranu Kumbolo.
Hari pertama:
Petualangan Ranu Kumbolo ini kami lalui pada pertengahan bulan Juli lalu, saat setelah menikmati keindahan sunrise Gunung Bromo dari gardu pandang Gunung Penanjakan. Melewati Bukit Teletabis biasanya beberapa orang menyebutnya begitu untuk
tempat ini. Kali ini mempunyai kesempatan melihat tempat ini dari atas gardu pandang. Ranu Kumbolo berada di ketinggian 2400 mdpl sekaligus menjadi danau
tertinggi di pulau Jawa. Pendakian menuju danau Ranu Kumbolo dimulai dari desa Ranu Pane.
Bukit Teletabis Bromo
Kami berangkat melalui Lumajang menuju pos Ranu Pane di desa
terakhir di kaki Semeru desa Ranu Pane di
Kecamatan Senduro. Ranu Pane merupakan sebuah desa yang terletak di lereng Semeru; sekaligus menjadi gate awal
pendakian. Desa ini berada di ketinggian 2100 mdpl. Berdasarkan plakat
kayu yang berdiri menancap kokoh di sebuah sudut desa, suhu di desa Ranu
Pane bisa mencapai hingga -4 derajat celcius. Sangat dingin. Untung saja kami tiba di desa Ranu Pane sudah pagi menjelang siang, jadi terbebaskan dari angin dingin Ranu Pane! Di depan
pos perizinan, ada telaga. Namanya telaga Ranu Pane. Inilah yang
(barangkali) mengilhami penamaan desa dengan sebutan Ranu Pane. O iya, di desa ini sinyal GSM sudah 'menghilang', jadi jangan berharap untuk
check-in atau update status atau memberi kabar ke orang-orang dekat
anda yaa... hehehe.
Gunung Semeru mengintip dari kejauhan
Dan perlu diketahui bahwa pendaki harus melakukan regristrasi dahulu sebelum mendaki.
Di sini terdapat pos pemeriksaan dan disinilah kita harus melakukan perijinan untuk melakukan pendakian. Hal ini dimaksudkan untuk keamanan dan juga tindakan penyelamatan jika
terjadi sesuatu terhadap pendaki pada waktu di perjalanan. Adapun dokumen yang diperlukan sebelum mendaki adalah sebagai berikut: fotokopi KTP (2 lembar) dan surat keterangan sehat dari dokter, kalau lupa... kita bisa membuat surat dokter di senduro sebelum berangkat ke Ranu Pani. Nah, ada cerita mengenai perijinan mendaki ini pemirsah! kami tidak membawa surat keterangan sehat dari dokter... yaa... kami memang salah, sebelum berangkat kami tidak mencari tahu sebelumnya bahwa diwajibkan untuk membawa surat itu. Tapi mosok mesti balik lagi sih... adoooh. Setelah lama memohon pada jagawana yang saat itu menjaga pos untuk memberikan ijin, datang seorang laki-laki yang baik hati, sepertinya dia pengawas di pos itu. Kami bercerita pada bapak itu akan keinginan kami untuk petualangan ke Ranu Kumbolo dan kami bilang juga bahwa kami dalam kondisi sehat dan kami juga pecinta alam yang sempat mendaki Rinjani dan beberapa gunung yang lainnya sambil memasang wajah memelas dan memohon pada dia.... hehehe... dan akhirnya dia memberikan ijin dengan syarat kami mesti membuat surat pernyataan bahwa kami dalam kondisi sehat dan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada kondisi kesehatan kami. woohoooo.... akhirnya bisa! Kemudian bapak penjaga yang baik hati itu juga membantu kami untuk mencarikan 2 orang porter, akhirnya dapat yaitu dengan tarif 100 ribu/porter/hari. Porter kami yang menjadi guide dalam pendakian ini dan membawa carriel serta perbekalan kami.
Sebelum berangkat kami makan siang dulu di warung rawon dekat pos.... hmm enak dan murah! akhirnya kami membungkus 5 rawon + nasi untuk makan malam kami di Ranu Kumbolo.... aaagh tidak masalah deh makan 2 kali dengan menu yang sama hehehe. Setelah beres-beres dan bersih-bersih kami berangkat. Petualangan pun dimulai. Sekitar jam 01.00 siang kami memulai perjalanan. Untuk mencapai Ranu Kumbolo, pendakian berjalan menyusuri jalan
setapak selama kurang lebih 4 - 5 jam dari pos pendaftaran Ranu Pani yang akan menguras stamina.
Dinas Perhutani setempat menyediakan pos-pos peristirahatan yang terdiri
dari pos 1 sampai dengan pos 4.
Edelweis Ranu Kumbolo
Jalur
awal berupa jalanan aspal sejauh 1 km melewati perkebunan suku Tengger.
Setelah sampai di gapura “selamat datang”, perhatikan terus ke kiri ke
arah bukit, jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk. Setelah melewati jalan ini, pendakian mulai menemui tantangannya
dengan trek tanjakan. Tanjakan pertama menuju Ranu Kumbolo
berjarak 1 km, ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit jalan santai. Setelah itu
kita akan menyisir pinggiran bukit yang sudah terlihat jalurnya.
Panorama di titik ini didominasi oleh pepohonan rimbun khas hutan hujan
tropis.
Selama perjalanan
lumayan banyak bertemu para pejalan kaki lainnya yang naik ataupun
turun. Menyenangkan memang ketika saling bertatap muka saling berbagi
senyum walau keringantan dan ngos-ngosan, saling berbagi salam selamat siang atau memberi semangat. Tidak hanya pria, juga wanita. Tidak hanya
yang kurus tapi juga yang 'tidak kurus'. Tidak hanya yang muda tapi juga
yang 'tidak muda' dapat ditemui di jalan setapak menuju Ranu Kumbolo.
Napas saya makin memburu tak beraturan. Lutut mulai nyeri. Rute
jalan pun makin menanjak naik. Di beberapa sudut bahkan, banyak potongan
pohon yang membujur di tengah jalanan setapak. Tak jarang pula,
lubang-lubang menganga seolah menjadi perintang laju kami. Tetapi, kami
tak pernah berkecil hati. Jelang waktu senja… Kami sudah berada di pos
3. Setelah pos ketiga, perjalanan menanjak lagi dengan tingkat kemiringan yang jauh lebih curam
ketimbang tanjakan yang pertama tadi. Kabar baiknya, ini adalah tanjakan
terakhir sebelum akhirnya melihat keindahan danau Ranu Kumbolo. Tapi sebelum naik ke tanjakan tersebut, istirahat
sebentar sambil ngemil coklat dan mengatur nafas. Katanya, saat istirahat sebaiknya jangan duduk, tapi
tetap berdiri atau senderan di pohon. Kalau langsung duduk
dikhawatirkan badan akan berada di state santai dan membuat terasa berat
saat harus jalan lagi. Tapi saya sudah tak tahan lagi, langsung aja nyelongsor di batu atau rerumputan... hihihi. Dan dari Pos-4 kita sudah disapa papan selamat datang… “Selamat Datang di Ranu Kumbolo, Surganya Gunung Semeru“
Pos 4 memang pos terakhir untuk sampai ke Ranu Kumbolo, tapi bukan
berarti perjalanan ini sudah berakhir. Masih harus melakukan perjalanan
lagi sekitar 20-30 menit untuk sampai di lokasi berkemah, yang sudah
dapat dilihat kecil di ujung tengah danau ini. Untuk sampai kesana perlu
jalan memutar menurun dan menajak. Dan akhirnya sampai ke titik ini. Tempat istirahat dan bermalam dan menikmati hidup tanpa listri, sinyal dan WC.
Ranu kumbolo, sebuah lukisan alam yang begitu sempurna. Sebuah danau
yang dikelilingi lembahan terjal yang gersang, dengan tanjakan cinta-nya
yang membuat galau. Dibalik itu semua, tempat ini adalah salah satu tempat yang membuat
kita bersyukur, membuat kita tersenyum, membuat kita lebih menghargai
hidup ini. Panorama Ranu Kumbolo seketika membuat kelelahanku sepanjang
perjalanan terbayar sudah. Alamnya yang hijau berpadu apik dengan
segarnya udara Ranu Kumbolo.
Di sini tidak diperbolehkan untuk membuat api unggun, tidak boleh
mandi di danau atau kegiatan cuci muka dan sikat gigi yang memungkinkan
sabun dan pasta gigi dibuang ke danau. Dan artinya juga tidak boleh
mencuci di danau. Yang dapat dilakukan adalah cuci muka dan wudhu tanpa
sabun. Air yang segar, dingin dan jernih, kadang akan terlihat ikan-ikan
kecil di air sekitar kita.
Suasana danau ketika kabut mulai turun di waktu sore hari
dipadu dengan air danau sungguh pemandangan yang tak bisa terucapkan. Senja semakin larut, kami pun bermalam di rumah pos yang berada di dekat danau, untung saja rumah itu tidak penuh karena rombongan pendaki semalam baru berangkat muncak, akhirnya kami bisa bermalam disitu. Suasana saat itu semakin dingin bersamaan tidurnya sang surya. O iya, jangan lupa mempersiapkan peralatan-peralatan seperti, baju tebal/jaket,
terutama yang tahan air, juga kaos kaki dan kaos tangan, kupluk/penutup kepala dan telinga, sleeping bag dan
juga tenda yang tahan angin. Setelah makan malam kami sempat ngobrol sebentar, menceritakan pengalaman seru tadi siang dan tidak lama kami pun beristirahat untuk berusaha tidur karena besok pagi kami ingin melihat sunrise Ranu Kumbolo yang terkenal akan keindahannya.
Hari kedua:
Akhirnya saya terbangun, ntah karena kedinginan atau karena suara bisikan dari beberapa orang pendaki yang saat itu bermalam di pondokan itu juga bersama kami. Saya langsung melihat jam, ternyata masih pukul 04.30 pagi. Mau bangun pun masih gelap dan teman-teman yang lain pun masih terlelap... akhirnya saya membungkus diri ini kembali dengan sleepingbag.
Di pagi hari, matahari terbit di antara
dua bukit yang menjadi benteng dari telaga air. Pagi hari sebelum
matahari bersinar memang terasa dingin. Namun, begitu matahari sudah
terbit terlihat kombinasi antara kabut, sinar matahari dan telaga itu
sendiri. Udara sangat dingin mungkin mencapai 0
derajat celcius, namun hal ini tidak menjadikan kami
putus asa justru menjadi daya tarik tersendiri karena di lokasi inilah kita dapat merasakan kenyamanan dan ketentraman dari hiruk pikuk keramain
metropolitan. Sunrise yang
muncul dari sela sela bukit seakan menghipnotis mata ini untuk tidak
sekedip pun untuk berpaling dari sang surya. Kehidupan pagi yang dimulai dengan cara yang sangat indah. This is something that you didn’t see everyday.
An early morning walk in around Ranu Kumbolo to watch the sun slowly rise from behind the mountain and over the lake. Explore Ranu Kumbolo is renowned for its relaxed, cool climate and laid back ambience.... making it a blissful spot for a tropical adventure.
Taking time out to appreciate a beautiful sunrise...
Ada keunikan tersendiri dibalik indahnya Ranu Kumbolo, yaitu ketika matahari mulai terbit di antara dua buah bukit hijau yang muncul perlahan dan membuat perhatian mata kita tidak bisa menolak untuk menikmatinya. Sinar matahari yang menyembul di balik bukit akan serta merta menyinari permukaan danau dan merefleksikan pemandangan yang indah. Setelah puas mengabadikan sunrise, berjalanlah berkeliling danau. Melihat keindahan pemandangan Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta, padang rumput Oro-oro Ombo dan puncak Mahameru yang mengintip dibalik pegunungan.
** Tanjakan Cinta
Disekitar Ranu Kumbolo terdapat beberapa tempat lain yang bisa
memberikan kenangan yang berkesan, seperti Tanjakan Cinta. Ada yang
bilang disebut Tanjakan Cinta karena bentuk tanjakannya yang seperti
amor. Memang tanjakan yang
panjang dan sensasi yang berbeda dengan trek-trek sebelumnya yang telah
kami lewati. Tanjakan ini wajib dinaiki karena beberapa alasan. Alasan yang pertama
adalah karena saat berada di atas tanjakan ini kita akan dapat melihat
kembali keindahan Ranu Kumbolo dari sisi yang berbeda. Dan dari tanjakannya ini kita juga dapat melihat puncak Mahameru yang malu-malu mengintip dan
bersembunyi diantara pengunungan lainnya.
** Oro Oro Ombo
Setelah melewati tanjakan ini maka terdapat jalan menurun menuju Oro
Oro Ombo yang sering disebut banyak orang sebagai landang lavender.
Mungkin karena bunga tanaman yang berwarna ungu seperti halnya bunga
lavender.Tapi sayang, pada saat kami kesana bunganya tidak ada, apa mungkin tidak pada musimnya yaaa...
Oro - oro Ombo, Semeru |
Dari atas Tanjakan Cinta, untuk bertemu padang ungu ini dapat melewati
jalan yang langsung menurun seperti Tanjakan Cinta, lebih pendek dan
lebih singkat. Atau dapat juga melewat jalan yang lebih landai dan
menyusuri sisi bukit di gambar ini. Dari sini dapat dilihat hutan yang
disebut Cemoro Kandang.
Biarpun kesannya lama, tapi kami tidak bosan memandang indahnya
alam sekitar. Sepanjang perjalanan, mata kami dimanjakan dengan sejuta landscape alam
natural khas Semeru. Pepohonan akasia, pinus, dan cemara gunung,
bertumbuhan di segala sudut perbukitan. Bunga-bunga liar dengan berbagai
jenis dan warna-warni yang cantik, turut membangkitkan semangat perjalanan. Belum lagi,
bebukitan hijau yang menjadi satu gugus pegunungan di kawasan Semeru,
seolah melengkapi rasa cinta kami pada alam. Ilalang dan vegetasi semak
belukar juga subur menghijau. Celotehan burung yang beterbangan di
antara dahan-dahan pohon di hutan turut meramaikan suasana dan hembusan angin yang datang silih
berganti pun makin membuat suasana makin menyenangkan. Nun jauh di
sana, lautan awan bergumul menjadi satu, bagaikan kapas putih bersih.
Dan, kami pun serasa berjalan di atas awan. Saat itulah, perasaan cinta
kami pada alam semakin membuncah. cieleh..
Pemandangan yang kita bisa nikmati disaat turun gunung 😍
Eits, jangan sampai kamu membuang sampah-sampah mu di sini, kawan!
Sebaiknya sampah ditampung di plastik ataupun tempat sampah sementara
yang kamu bawa bersamamu, karena kebersihan di sini adalah tanggung
jawab kita bersama.
Perjalanan pulang memakan waktu lebih cepat
yaitu cukup 3,5 jam lebih cepat 1 jam daripada perjalanan pergi. Meski demikian, kami sangat menikmati waktu-waktu saat kami berjalan
melipir bukit. Rasa letih berjalan kami
rasakan. Kedua kaki ku sudah berasa ngilu dan nyeri, rasa sakit di kedua pundak juga sudah terasa karena memanggul tas kamera yang lumayan berat,
tapi semua itu seakan tak jadi soal. Lagi-lagi, ini persoalan semangat menempuh perjalanan pulang selepas menikmati keindahan sebuah
telaga yang menjadi mahakarya Allah di tanah Jawa ini. Terima kasih Mahameru untuk Ranu Kumbolo-nya, nanti saya akan kembali lagi, bersama orang yang saya cintai.
JANGAN MENGAMBIL APAPUN KECUALI GAMBAR,
JANGAN MENINGGALKAN APAPUN KECUALI JEJAK,
JANGAN MEMBUNUH APAPUN KECUALI WAKTU.
Selamat Berpetualang!
---** A lovely way to end the week end **---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar