Pantai Iboih, Sabang |
Keindahan alam Indonesia memang begitu banyak membentang dari Sabang
sampai Merauke, salah satunya terdapat di wilayah Nanggroe
Aceh Darussalam, yaitu Pulau Weh. Pulau yang perairannya ini
menawarkan indahnya alam bawah laut dan wisata bahari yang masih alami.
"Dari Sabang sampai Merauke,
berjajar pulau-pulau..." Itu adalah salah satu penggalan dalam syair lagu
nasional kita. Sabang adalah ibu kota Pulau Weh. Pulau Weh terletak di jalur pintu masuk ke Selat Malaka,
dengan demikian tak aneh kita akan melihat cukup banyak kapal-kapal
tanker maupun pesiar yang lalu lalang di kawasan laut Pulau Weh yang terletak tak jauh dari pantai dari Banda Aceh, kota yang hancur saat bencana tsunami 2004.
Bandara Kualanamu Medan saat tengah malam, tetap exis 😊 |
Tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh |
Petualangan kami kali ini, mengambil tiket keberangkatan Jakarta - Medan dan dilanjutkan ke Banda Aceh dan saat balik kami mengambil rute langsung Aceh - Jakarta. Sudah malam kami tiba di Medan sekitar jam 10 malam, tapi kami menyempatkan untuk berburu durian Ucok dan berkeliling kota Medan. Setelah lelah dan kekenyangan kami kembali ke Bandara Kualanamu untuk bersitirahat sejenak sebelum melanjutkan penerbangan ke Banda Aceh. Matahari terik menyambut kami saat tiba di Bandara Maimun Saleh, Kota
Sabang. Sebuah kota yang berada di pulau paling barat Indonesia dan berjalan-jalan di Pulau
Sabang tentu saja akan meninggalkan kesan tersendiri.
Akhirnya keburu juga makan durian di kota Medan |
Kami pun langsung dijemput oleh mobil yang sudah kami booking dari Jakarta melalui Pak Bokhari seorang pemilik homestay di Iboih. Untuk menuju Sabang ada 2 transportasi penyebrangan yaitu pertama kita dapat menggunakan kapal Feri saat pagi
hari di Pelabuhan Ulee Lheue dan akan tiba di Pantai Gapang.
Menggunakan kapal Feri akan butuh waktu sekitar 2 jam, dan satu lagi
menggunakan speedboat yang memakan waktu sekitar 45 menit. Tentu saja kami tidak ingin berlama-lama di kapal dan langsung memilih kapal cepat yaitu Speedboat. Untung saja kami masih sempat menumpang kapal cepat yang hampir meninggalkan pelabuhan, setelah tiba di pelabuhan kami langsung berlari-lari menuju kapal yang katanya akan segera berangkat.... fiuuh... perjuangan yang tidak sia-sia hahaha....
Kami mengambil penginapan yang persis berada di
tepi pantai Iboih, yang dihiasi jernihnya air laut berwarna hijau kebiruan dan nampak disebrang mata memandang Pulau Rubiah yang hanya berjarak sekitar 350 Meter dari pantai Iboih cukup menempuh 10 menit perjalanan naik boat mesin. Pilihan saya tidak salah karena view-nya yang sangat eksotis, dikelilingin pepohonan rimbun ditambah sebuah ayunan yang terpasang di depan kamar yang menjorok ke laut. Suasana yang tenang dan sejuk sangat pas untuk kami menghapiskan sore hingga malam sambil menikmati secangkir kopi Aceh Ulee Kareng dengan ditemani deru laut menghempas bebatuan. Pantulan sinar bulan saat malam tiba pun
kian menambah eksotisme wisata di pantai Iboih ini. Sebuah pengalaman wisata yang sangat berkesan!
Snorkling di depan kamar penginapan, Iboih |
Pantai Iboih, yang berada di Pulau Weh, adalah pantai yang sering
dikunjungi oleh mereka yang ingin melakukan penyelaman. Pulau ini memiliki ventilasi vulkanik aktif yang mengeluarkan gas belerang dan terletak dekat dengan zona subduksi aktif dan keindahan bawah laut di Pulau Weh, termasuk menyusuri
jejak-jejak alam yang memisahkan pulau Sabang dari pulau besar Sumatera.
Karena ombak lautnya kuat, Pulau Weh juga menjadi tempat berselancar
yang seru di Aceh.
Keesokan harinya kami bersiap untuk menyelam. Bagi pecinta laut seperti saya tentu tak akan melewatkan kesempatan untuk menyelam di pulau yang masih terbilang vulkanik aktif ini. Sabang memiliki kurang lebih 20 spot menyelam yang sudah tersohor hingga ke mancanegara terutama spot "The Canyon" dengan struktur batu vulkanik bawah air dengan kedalaman antara 15 - 70 meter. Lalu ada spot "Batee Tokong" dan "Sophie Rickmers" yaitu bangkai kapal sepanjang 134 meter yang tenggelam pada tahun 1940.
Iboih sudah memiliki beberapa operator diving yang siap membantu kegiatan menyelam kita, meskipun hanya datang seorang diri, tentunya nanti akan ditemani dive guide yang sudah berpengalaman. Saya menyelam di West Seulako pada pagi hari dan spot ke dua di Batee Tokong pada siang hari dan ketiga di The Canyon. Saya menyukai spot Batee Tokong karena kontur wall dive-nya dan saya bertemu giant kima, lion fish, scorpion fish, nudibranch dan moray eel banyak sekali dengan berbagai macam motif dan warnanya, juga berbagai coral dan ikan berwarna-warni yang sehat dan indah maupun terumbu karang yang masih kokoh dengan indahnya.
Giant Kima, Iboih |
Lion fish, Iboih |
Garden Eels, Iboih |
Hari ketiga kami berkeliling pulau sebelum kembali ke kota Banda Aceh, menyusuri pantai Iboih ternyata menyusuri pantai ini disebelah kiri bukit terdapat barisan rumah dan homstay diselingi pohon rindang dan bangku-bangku dari kedai penjaja makanan ringan dan air kelapa, sungguh perpaduan yang sempurna untuk melepas lelah dengan terpaan angin yang lembut menyapa wajah. Sesekali terlihat kapal-kapal nelayan juga kapal untuk menuju pulau Rubiah. Kami mengakhiri kunjungan dengan perjalanan mengunjungi Kilometer
Nol Indonesia yang lokasinya dekat dengan Iboih. Di sana, berdiri tugu yang
dinamakan sebagai Tugu Kilometer Nol Indonesia yang sebenarnya tidak dipancangkan persis di garis terluar sisi barat wilayah Indonesia yaitu Pulau Lhee Blah, berupa pulau kecil di sebelah barat Pulau Breuh. Namun untuk mempermudahkan akses wisata titik nol kilometer Indonesia, maka dibangunlah monumen dilokasi ini. Tugu ini berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Jalan yang berkelok-kelok dan beberapa ekor monyet tampak berada di pinggir jalan, hutan disisi kiri dan pemandangan laut di sisi kanan membuat perjalanan tidak merasa membosankan. Capek dan perjalanan yang cukup panjang bisa terbayarkan lunas dengan panorama yang menakjubkan baik di atas maupun di bawah laut.
Selain tempat-tempat diatas masih banyak lagi destinasi lainnya seperti Taman laut Pulau Rubiah, Pantai Pasir Putih, Danau Air Tawar Pria Laot, Gua Sarang, Pantai Gapang, Pantai Kasih, Pantai Tapak Gajah dan sebagainya. Namun keterbatasan waktu membuat kami tidak dapat mengunjungi semuanya. Dalam hati, saya berharap akan kembali lagi suatu hari nanti karena pesona pulau ini sungguh memikat hati.
Kami menginap semalam di hotel 61 banda Aceh, untuk bisa menikmati suasana dan keliling kota serambi Mekah ini. Oh iyaa bagi para kaum hawa disarankan menggunakan baju yang sopan yaa jangan pake yang mini-mini apalagi terbuka, noted yaaa...! Yang tidak terlupakan kuliner di kota Aceh itu enak-enak loh! Jadi jangan lupa mencicipi kuliner khas Aceh, kami sempat makan siang di di salah satu rumah makan di kota, menu utama gulai kameng (kambing) yang tidak bau kambing, ikan kayu atau eungkot Keumamah, mie Aceh dicampur seafood dan ayam tangkap-ayam yang digoreng dengan berbagai macam rempah dan bumbu dicampur dedaunan, so yummiii... saat malam hari nya sempatkan juga nongkrong ditempat anak muda yang lagi ngehit disana sambil minum kopi yang disajikan dengan gelas terbalik, tidak cuma unik tapi rasanya juga unik dan nikmat. 😋 yang awalnya bingung minumnya bijimane yaa hahaha....
Sebelum meninggalkan kota Banda Aceh kami sempat mengunjungi Museum Tsunami dan Masjid Agung Baiturrahman Aceh dan tidak lupa mencicipi kuliner yang ngehit di Banda Aceh. Museum Tsunami Aceh yang letaknya di pusat kota beralamat di Jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Saat mengunjungi Museum Tsunami begitu masuk kita seperti memasuki lorong gelap layaknya memasuki gelombang Tsunami dengan diiringi suara gemuruh ombak, setelah melewati tempat ini puluhan standing screen menyajikan poto-poto pasca Tsunami yaitu kerusakan dan kehancuran serta kematian saat bencana itu melanda kota Banda Aceh. Setelah itu memasuki ruangan "Penentuan Nasib" sering disebut juga "The Light of God" ruangan ini berbentuk semi cerobang yang redup. Hal ini merefleksikan perjuangan dan harapan para korban bencana kepada Tuhan Maha Pengasih, mereka seakan mendengar panggilan Ilahi dan terus berjuang hingga selamat keluar dari gelombang tersebut. Kemudian kita melintasi bentuknya seperti jembatan yang dinamai "Hope Bridge" ketika mencapai jembatan ini para survivor melihat bendera 52 negara-negara di dunia terletak diatas langit-langit seakan mereka mengulurkan bantuan untuk para korban bencana Tsunami. Ada juga pemutaran film Tsunami selama 15 menit. Tiket masuk: Gratis.
Kami juga sempat mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman. Oh ya, pada saat musibah tsunami yang melanda Aceh pada 26 desember 2004 lalu, mesjid ini juga terkena dampak hantaman tsunami, namun masjid Raya Baiturrahman saat tsunami tetap berdiri kokoh. Banyak warga kota Banda Aceh yang menyelamatkan diri ke mesjid ini pada saat tsunami terjadi.
Kami menginap semalam di hotel 61 banda Aceh, untuk bisa menikmati suasana dan keliling kota serambi Mekah ini. Oh iyaa bagi para kaum hawa disarankan menggunakan baju yang sopan yaa jangan pake yang mini-mini apalagi terbuka, noted yaaa...! Yang tidak terlupakan kuliner di kota Aceh itu enak-enak loh! Jadi jangan lupa mencicipi kuliner khas Aceh, kami sempat makan siang di di salah satu rumah makan di kota, menu utama gulai kameng (kambing) yang tidak bau kambing, ikan kayu atau eungkot Keumamah, mie Aceh dicampur seafood dan ayam tangkap-ayam yang digoreng dengan berbagai macam rempah dan bumbu dicampur dedaunan, so yummiii... saat malam hari nya sempatkan juga nongkrong ditempat anak muda yang lagi ngehit disana sambil minum kopi yang disajikan dengan gelas terbalik, tidak cuma unik tapi rasanya juga unik dan nikmat. 😋 yang awalnya bingung minumnya bijimane yaa hahaha....
Kopi tebalik yang ngehit di kota Banda Aceh, mesti coba nih! |
Ayam gantung dan seafood menu khas dari Aceh |
Sebelum meninggalkan kota Banda Aceh kami sempat mengunjungi Museum Tsunami dan Masjid Agung Baiturrahman Aceh dan tidak lupa mencicipi kuliner yang ngehit di Banda Aceh. Museum Tsunami Aceh yang letaknya di pusat kota beralamat di Jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Saat mengunjungi Museum Tsunami begitu masuk kita seperti memasuki lorong gelap layaknya memasuki gelombang Tsunami dengan diiringi suara gemuruh ombak, setelah melewati tempat ini puluhan standing screen menyajikan poto-poto pasca Tsunami yaitu kerusakan dan kehancuran serta kematian saat bencana itu melanda kota Banda Aceh. Setelah itu memasuki ruangan "Penentuan Nasib" sering disebut juga "The Light of God" ruangan ini berbentuk semi cerobang yang redup. Hal ini merefleksikan perjuangan dan harapan para korban bencana kepada Tuhan Maha Pengasih, mereka seakan mendengar panggilan Ilahi dan terus berjuang hingga selamat keluar dari gelombang tersebut. Kemudian kita melintasi bentuknya seperti jembatan yang dinamai "Hope Bridge" ketika mencapai jembatan ini para survivor melihat bendera 52 negara-negara di dunia terletak diatas langit-langit seakan mereka mengulurkan bantuan untuk para korban bencana Tsunami. Ada juga pemutaran film Tsunami selama 15 menit. Tiket masuk: Gratis.
Begitu masuk di dalam,
anda serasa memasuki lorong gelap gelombang tsunami dengan ketinggian 40
meter dengan efek air jatuh. Hati-hati dengan kepala anda, siapkan
topi lebar agar rambut dan baju anda tidak basah. Bagi yang takut gelap
dan masih phobia dengan tsunami, tidak disarankan untuk masuk dari jalur
ini. Setelah melewati tempat ini, puluhan standing screen menyajikan
foto-foto pasca tsunami berupa kerusakan dan kehancuran serta kematian,
yang penuh dengan gambar korban dan gambar pertolongan terhadap mereka.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mus.aceh/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh_551229d4a33311f056ba7ecb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mus.aceh/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh_551229d4a33311f056ba7ecb
Setelah dari ruangan
ini, anda akan memasuki "Ruang Penentuan Nasib" atau "Fighting Room",
sering disebut juga The Light of God. Ruangan ini berbentuk seperti
cerobong semi-gelap dengan tulisan Allah dibagian puncaknya. Hal ini
merefleksikan perjuangan para korban tsunami. Dimana, bagi mereka yang
menyerah ketika tersekap gelombang tsunami, maka nama mereka terpatri di
dinding cerobong sebagai korban. Sebaliknya, bagi mereka yang merasa
masih ada harapan, terus berjuang seraya mengharapkan belas kasih dari
Yang Maha Menolong. Begitu mereka yakin akan adanya pertolongan Allah,
maka mereka seakan seperti mendengar adanya panggilan ilahi dan terus
berjuang hingga selamat keluar dari gelombang tersebut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mus.aceh/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh_551229d4a33311f056ba7ecb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mus.aceh/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh_551229d4a33311f056ba7ecb
Begitu masuk di dalam,
anda serasa memasuki lorong gelap gelombang tsunami dengan ketinggian 40
meter dengan efek air jatuh. Hati-hati dengan kepala anda, siapkan
topi lebar agar rambut dan baju anda tidak basah. Bagi yang takut gelap
dan masih phobia dengan tsunami, tidak disarankan untuk masuk dari jalur
ini. Setelah melewati tempat ini, puluhan standing screen menyajikan
foto-foto pasca tsunami berupa kerusakan dan kehancuran serta kematian,
yang penuh dengan gambar korban dan gambar pertolongan terhadap mereka.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mus.aceh/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh_551229d4a33311f056ba7ecb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mus.aceh/ada-apa-di-dalam-museum-tsunami-aceh_551229d4a33311f056ba7ecb
dari museum Tsunami Aceh |
Museum Tsunami Aceh |
Berfoto bersama di Masjid Raya Baiturrahman |
Kami juga sempat mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman. Oh ya, pada saat musibah tsunami yang melanda Aceh pada 26 desember 2004 lalu, mesjid ini juga terkena dampak hantaman tsunami, namun masjid Raya Baiturrahman saat tsunami tetap berdiri kokoh. Banyak warga kota Banda Aceh yang menyelamatkan diri ke mesjid ini pada saat tsunami terjadi.
Setelah direnovasi, salah satunya akibat hantaman tsunami, Masjid Raya Baiturrahman sekarang ini dapat menampung sekitar 15.000 jamaah.
Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh kebanggaan rakyat Aceh ini memang sangat fenomenal dan terkenal ke seluruh manca negara, hingga miniaturnya terdapat di sebuah Taman Miniatur terbesar di dunia yaitu Taman Minimundus di Klagenfurt, Karintia, Austria.
TRANSPORTASI
Setiap harinya, ada dua kali jadwal kapal cepat Speedboat dan sekali kapal Feri lambat berangkat dari Banda Aceh melalui pelabuhan Ulee Lheueke menuju Pelabuhan Balohan, Sabang. Feri kapal cepat berangkat sekitar pukul 09.30 WIB dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Untuk feri lambat, menghabiskan waktu sekitar 2 jam dengan jam keberangkatan 10.30 WIB. Untuk jalur darat, anda bisa juga menggunakan minibus umum untuk menuju ke Pantai Iboih sekitar 1 jam perjalanan dengan kondisi jalan yang sudah beraspal. Untuk menuju Pulau Rubiah, anda bisa menyewa boat ke Rubiah dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. (Sebaiknya cari tahu jadwal keberangkatan kapal penyebrangan terlebih dahulu karna jadwal bisa berubah.)
Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh kebanggaan rakyat Aceh ini memang sangat fenomenal dan terkenal ke seluruh manca negara, hingga miniaturnya terdapat di sebuah Taman Miniatur terbesar di dunia yaitu Taman Minimundus di Klagenfurt, Karintia, Austria.
TRANSPORTASI
Setiap harinya, ada dua kali jadwal kapal cepat Speedboat dan sekali kapal Feri lambat berangkat dari Banda Aceh melalui pelabuhan Ulee Lheueke menuju Pelabuhan Balohan, Sabang. Feri kapal cepat berangkat sekitar pukul 09.30 WIB dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Untuk feri lambat, menghabiskan waktu sekitar 2 jam dengan jam keberangkatan 10.30 WIB. Untuk jalur darat, anda bisa juga menggunakan minibus umum untuk menuju ke Pantai Iboih sekitar 1 jam perjalanan dengan kondisi jalan yang sudah beraspal. Untuk menuju Pulau Rubiah, anda bisa menyewa boat ke Rubiah dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. (Sebaiknya cari tahu jadwal keberangkatan kapal penyebrangan terlebih dahulu karna jadwal bisa berubah.)
Museum Tsunami Aceh - Jika Anda menggunakan Labi-Labi (angkot) Anda bisa menggunakan labi-labi
nomer 05 jurusan Terminal Punge-Ulee Lheu. Anda bisa menemukan
labi-labi, di pangkalan yang berada di Terminal Keudah di dekat Masjid Agung
Baiturrahman. Tarifnya sekitar Rp 4.000 per orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar